Rabu, 11 Maret 2015

Pembinaan Bahasa Indonesia Lewat Pembelajaran



Pembinaan Bahasa Indonesia Lewat Pembelajaran
(M. Fadlulloh Ar Rozaq dan Titik Yuliyanti)

Abstrak: Pepatah mengtakan bahwa “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya”, melihat sejarah bahasa di negara kita, sepatutnya kita memasarakatkan penggunaan bahasa Indonesia yang benar yang menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan. Strategi dalam pembinaan Bahasa Indonesia adalah pembinaan di lingkungan sekolah (formal). Sekolah atau pendidikan formal adalah sebuah institusi pembelajaran yang memiliki kurikulum sebagai acuan pembelajaran. Pembinaan Bahasa Indonesia Lewat Pembelajaran memiliki beberapa komponen penting di dalamnya, pembahasannya difokuskan hanya kepada tiga aspek yakni Guru, Peserta Didik dan Bahan Ajar (Kurikulum). Guru merupakan salah satu agen pembelajaran yang sangat penting. Pada dasarnya, fungsi dan peranan penting guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai director of learning (direktur belajar). Artinya setiap guru diharapkan untuk pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar sebagaimana yang telah ditetapkan. Guru sebagai pendidik formal di sekolah, juga memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kualitas pengajaran di sekolah. Peserta Didik yang notabene nya berasal dari lapisan masarakat yang berbeda, cara pendidikan dini oleh orang tua yang berbeda juga lingkungan masarakat yang berbeda. Bahan Ajar (Kurikulum) juga sangat mempengaruhi kinerja dalam pembinaan Bahasa Indonesia lewat pembelajaran.
Kata Kunci: Pembinaan, Bahasa Indonesia, Pembelajaran.

Pendahuluan
Bahasa  merupakan alat komunikasi yang paling vital bagi umat manusia. Bahasa memiliki sifat yang dinamis sesuai dengan perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Kedinamisan bahasa menuntut dilakukannya upaya pembinaan bahasa Indonesia. Pembinaan bahasa merupakan usaha sadar, terencana, dan sistematis tentang peningkatan mutu bahasa sehingga masyarakat pemakainya memiliki kebanggaan dan kegairahan menggunakannya. Batasan tersebut tampak sejalan dengan pemikiran Moeliono (1985) yang mengatakan bahwa pembinaan bahasa berkenaan dengan peningkatan jumlah pemakai bahasa lewat penyebaran hasil pembakuan, penyuluhan, dan pembimbingan.
Dari batasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa sasaran akhir dari pembinaan bahasa Indonesia adalah pemakai bahasa Indonesia. Pembinaan bahasa Indonesia merupakan usaha sadar, terencana, dan  sistematis terhadap pemakai bahasa Indonesia agar dapat memiliki penguasaan yang memadai terhadap penggunaan bahasa Indonesia.
             Apakah memang pantas dan perlu dilakukan? Bukankah setiap warga negara Indonesia sudah dapat berbahasa Indonesia dengan sendirinya? Atau, bukankah bahasa Indonesia akan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakai? Pada dasarnya semua warga negara Indonesia, wajib membina dirinya masing-masing dalam pemakaian bahasa Indonesia agar bahasa itu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Tidak sepantasnyalah kita mengatakan ”Ah, masa bodoh soal kaidah bahasa. Itu kan, urusan ahli bahasa”..
          Secara resmi pihak yang ditugasi untuk membina bahasa Indonesia adalah pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, yang mendelegasikan wewenangnya kepada pihak Pusat Bahasa. Akan tetapi, tidak semata-mata Pusat Bahasa yang memikul beban tersebut; sebaliknya, semua warga negara mempunyai kewajiban melaksanakan pembinaan bahasa. Usaha pembinaan bahasa yang dilancarkan dengan gigih oleh Pusat Bahasa akan gagal jika tidak dibarengi oleh kesadaran kita untuk membina diri kita masing-masing dalam berbahasa. Kerja keras Pusat Bahasa dalam membina masyarakat untuk berbahasa dengan benar, baik dilakukannya melalui televisi, radio, maupun surat kabar, tidak akan ada artinya jika segala kaidah kebahasaan tidak diindahkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih tragis lagi, usaha Pusat Bahasa itu akan sia-sia jika mereka yang patut menjadi anutan dalam berbahasa tidak berusaha menerapkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan masyarakat.
Salah satu putusan Kongres V Bahasa Indonesia 1998 menyatakan bahwa dalam konteks budaya yang memberi penekanan pada prinsip anutan, kongres mengimbau agar para pejabat lebih berhati- hati dalam memakai bahasa Indonesia sehingga masyarakat mendapat masukan bahasa yang baik dan benar  (1988:2) Putusan kongres itu beralasan sebab dalam masyarakat  terdapat nilai budaya yang banyak berorientasi vertikal ke arah tokoh, pembesar, yang berpangkat tinggi, atasan, senior (Koentjaraningrat, 1974:69). Pengaruh pemakaian bahasa para anutan itu sangat besar bagi masyarakat yang diajaknya berkomunikasi. Lalu, siapakah yang patut menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar? Uraian berikut ini akan memberikan kejelasan kepada Saudara mengenai beberapa profesi yang harus bertanggung jawab dalam pembinaan bahasa Indonesia.

Pembahasan
             Pembinaan bahasa Indonesia sebagai sebuah proses, dilaksanakan dalam berbagai usaha seperti pengajaran bahasa Indonesia. Pengajaran bahasa Indonesia pada dasarnya harus diartikan memiliki peran (1) memperkenalkan ciri-ciri dan membangkitkan penghargaan pada bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia nonbaku, (2) memperkenalkan ciri-ciri fungsi berbagai varian bahasa yang ada sehingga pengajaran bahasa Indonesia lebih relevan untuk anak didik dan memperkecil jarak antara  sekolah dan masyarakat, dan (3) memandu siswa mempergunakan ciri bahasa yang tepat sesuai dengan fungsinya.
          Di samping berupa pengajaran bahasa Indonesia, Moeliono (1985: 27) mengajukan tiga macam usaha yang dapat ditempuh yaitu (1) peningkatan keberaksaraan Nasional, (2) penyebaran hasil kodifikasi, dan (3) pembimbingan bahasa. Keberaksaraan harus diartikan keberaksaraan yang fungsional, tidak sekadar ”melek huruf”. Keberaksaraan harus dianggap sebagai kemampuan baca tulis yang menjadi dasar tempat berpijak seseorang guna memperoleh mata pencaharian, peningkatan produksi, keikutsertaan dalam kehidupan kewargaan, dan pemahaman dunia sekitar secara lebih baik.
          Penyebaran hasil kodifikasi dapat ditinjau dari berbagai segi, bisa berupa pedoman ejaan, pedoman peristilahan, buku Tata Bahasa,  daftar atau kamus istilah,  untuk kepentingan pemakai bahasa Indonesia dalam rangka pembinaan bahasa Indonesia hasil-hasil kodifikasi itu harus disebarluaskan. Kodifikasi yang dihasilkan cukup banyak dan penyebarannya pun sudah dilaksanakan,  baik melewati jalur kelembagaan maupun non kelembagaan.
          Pembimbingan memiliki dua dimensi yang saling bergantung dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain, yaitu pembimbingan yang berkenaan dengan pengubahan sikap  bahasa dan pembimbingan yang berkenaan dengan penyuluhan. Pembimbingan yang berkenaan dengan sikap berperan mengarahkan warga Negara Indonesia agar memiliki sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia dalam arti sadar akan bahasa Indonesia dengan segala identitasnya sehingga merasa bangga memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negaranya, tidak acuh terhadap pemakai bahasa Indonesia dan merasa prihatin bila menjumpai kenyataan-kenyataan pemakai bahasa yang menyimpang.
          Penyuluhan bahasa diarahkan pada pembinaan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Penyuluhan bahasa ditujukan kepada khalayak umum, kelompok khusus, dan bisa juga kepada perseorangan. Penyuluhan kepada kelompok khusus dan perseorangan bisa dilakukan dengan penataran.
             Dewasa ini tenaga pengajar di tingkat SD sampai PT mengakui bahwa karangan peserta didik baik dari tingkat  SD maupun tingkat pendidikan tinggi rata-rata buruk. Mereka banyak membuat kesalahan dalam pemakaian ejaan, pemilihan kata, atau penyusunan kalimat. Kenyataan ini mengharuskan agar guru dan dosen lebih menguasai kaidah-kaidah bahasa yang berlaku karena semua guru dan dosen menggunakan bahasa Indonesia dalam menyampaikan materi pelajarannya. Peserta didik beranggapan bahwa bahasa Indonesia yang digunakan oleh guru atau dosen adalah bahasa yang mengikuti standar baku bahasa Indonesia. Dengan demikian, penggunaan bahasa Indonesia di kalangan guru atau dosen senantiasa ditiru oleh peserta didik, maupun masyarakat di sekitarnya.
      Pelaksanaan kegiatan belajar adalah sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar formal ada dua subjek yang berinteraksi, yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta didik ( murid/siswa, dan mahasiswa).
Pada saat sekarang ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung pasif, dimana seorang pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu. Hal ini akan menimbulkan kejengahan terhadap peserta didik. Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi tidak menarik dan cenderung membosankan. Kegiatan belajar yang terpusat seperti ini merupakan masalah yang serius dalam dunia pendidikan.
Guru/dosen yang berpandangan kuno selalu menganggap bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan materi, sedangakan tugas siswa/mahasiswa adalah mengerti dengan apa yang disampaikannya. Bila peserta didik tidak mengerti, maka itu adalah urusan mereka. Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma kuno yang tidak perlu dipertahankan.
Teks dalam Pembelajaran BI pada Kurikulum 2013 dari sudut pandang teori semiotika sosial, teks merupakan suatu proses sosial yang berorientasi pada suatu tujuan sosial. Suatu proses sosial memiliki ranah-ranah pemunculan tergantung tujuan sosial apa yang hendak dicapai melalui proses sosial tersebut. Ranah-ranah yang menjadi tempat pemunculan proses sosial itulah yang disebut konteks situasi. Sementara itu, proses sosial akan dapat berlangsung jika ada sarana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan demikian, proses sosial akan merefleksikan diri menjadi bahasa dalam konteks situasi tertentu sesuai tujuan proses sosial yang hendak dicapai. Bahasa yang muncul berdasarkan konteks situasi inilah yang menghasilkan register atau bahasa sebagai teks. Oleh karena konteks situasi pemakaian bahasa itu sangat beragam, maka akan beragam pula jenis teks.

Penutup
          Pembinaan Bahasa Indonesia Lewat Pembelajaran adalah sebuah cara untuk memasarakatkan bahasa indonesia yang baik dan benar menurut EYD. Sudah menjadi wabah penggunaan bahasa alay, lebay, ataupun penggunaan kosakata bahasa asing, padahal bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang menghargai warisan budaya dan bahasa. Banyak faktor mengenai penggunaan bahasa alay yang telah memasarakat tersebut, baik dikarenakan perkembangan informasi melalui jejaring internet, televisi ataupun media elektronik lainnya. Perkembangan yang pesat tersebut tidak diimbangi dengan penanaman nilai-nilai karakter bangsa pada masarakat. Melalui Pembinaan bahasa indonesia melalui pembelajaran diharapkan peserta didik mampu mengenali dan menerapkan bahasa indonesia yang baik dan benar menurut EYD. 

Daftar Pustaka
Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Moeliono, Anton: 1985. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta: Djambatan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar