MAKALAH
FILSAFAT
BAHASA
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Bahasa
Dosen
pengampu : DR. H. Hasan Busri, M.Pd
Oleh :
M. Fadlulloh
Ar Rozaq (2130710005)
Riski
Auliana (2130710031)
Nur Baiti
(2130710009)
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM MALAG
MARET 2014
Kata
Pengantar
Tiada kata yang dapat kami sampaikan kecuali rasa syukur
kehadirat Allah SWT hingga saat ini diberikan kesempatan untuk dapat menulis
sebuah makalah ini, hanya karena rahmat yang diberikan-Nya saya dapat merangkai
makalah ini hingga selesai. Apapun yang saya sajikan semoga selalu bermanfaat
bagi para pembacanya.
Bahasa yang merupakan wahana
pengungkapan realitas dunia manusia , direduksi hanya karena agar emmiliki
kualifikasi sebagai ilmu yang bersifat empiris dan ilmiah. Kenyataan ini
menjadi semakin kuat dengan berkembangnya paham strukturalsme bidang ilmu
bahasa dibawah Ferdinand de Saussure, yang mencanangkan ilmu bahasa modern yang
lebih menekankan pada aspek structural empiris bahasa. Dengan demikian ilmu
bahasa menjadi semakin akrab dengan doktrin positivism logis yang seanantiasa
menyatakan bahwa bahasa yang ilmiah adalah yang dapat diverifikasi secara
positif dan empiris.
Dalam makalah kami ini, kami hanya
membahas sebagian kecil dari ilmu filsafat bahasa mengenai “ Hubungan bahasa
dengan epistemology dan logika”.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak
oleh karena itu, pada kesempatan ini saya sampaikan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
Ibu Dr. Hj. Diah
Werdiningsih, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah linguistik umum.
Kedua orang tua saya yang
selalu menyertai langkah kami dengan doa
Dan kepada rekan rekan yang berkat dukungan
mereka makalah ini selesai seperti yang saya harapkan
Saya sangat
menyadari, makalah saya masih banyak kekurangan baik isi materi maupun teknik
penulisan, oleh sebab itu, kritik, saran dan pendapat dari pembaca sangat saya
harapkan sebagai bekal pembenahan makalah saya selanjutnya.
Malang, 7
Januari 2014
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul..................................................................................
Kata
Pengantar..................................................................................
Daftar Isi
..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
.......................................................................
1.2 Rumusan
Masalah ..................................................................
1.3 Tujuan
Masalah
......................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hubungan
Bahasa Dengan Epistemologil ............................
2.2 Hubungan
Bahasa Dengan Logika ......................................
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
...................................................................................
3.2 Saran
..........................................................................................
Daftar pustaka
..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan
manusia bahasa bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi saja, melainkan
juga menyertai proses berpikir manusia dalam usaha memahami dunia luar, baik
secara objektif maupun secara imajinatif. Oleh sebab itu bahasa selain memiliki
fungsi komunikatif, juga memiliki fungsi kognitif dan emotif. Masalahnya
sekarang, bagaimana kemungkinan hubungan antara bahsa dengan pikiran manusia
dalam upaya manusia memahami realitas secara benar (Aminuddin,1988:36).
Berpikir dalam pengertian ini adalah suatu bentuk kegiatan akal dan terarah
sehingga dengan demikian tidak semua kegiatan manusia yang bersumber pada akal disebut
berpikir. Seseorang yang sedang melamun tidak termasuk kegiatan berpikir.
Demikian juga berpikir dapat digolongkan dalam dalam dua pengertian yaitu
pertama ‘berpikir tanpa menggunakanaturan-aturan atau hukum-hukum; misalnya
seseorang yang berpikir akan membeli roti untuk dimakan, pergi kepasar dengan
naik mobil atau becak kedua ; berpikir dengan mempertimbangkan aturan-aturan
atau hukum-hukum’ dan bentuk kegiatan ini sering diistilahkan dengan ‘bernalar’
dengan istilah lain menurutmenurut Plato dan Aristotees bahwa berpikir adalah
berbicara dalam batin, mempertimbangkan,menganalisis,membuktikan sesuatu,
menarik suatu kesimpulan adalah merupakan sebagian kegiatan berpikir manusia
(Poespoprodjo,1984:4).
B. Latar Belakang Masalah
a. Bagaimanakah hubungan bahasa dengan epistemology
?
b. Bagaimanakah hubungan bahasa dengan logika ?
C. Tujuan Makalah
a. Untuk mendiskripsikan hubungan bahasa dengan epistemologi
b. Untuk mendiskripsikan hubungan bahasa dengan logika
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan
Bahasa Dengan Epistemologi
Epistemologi adalah salah satu
cabang filsafat yang pokok, secara etimologi istilah epistemology berasal dari
bahasa Yunani “Episteme” yang berarti pengatahuan, berdasarkan bidang
pembahasannya epistemology adalah cabang filsafat yang membahas tentang
pngetahuan manusia yang meliputi sumber sumber, watak dan kebenaran pengetahuan
manusia. Bilamana dirinci persoalan persoalan epistemology meliputi bidang
sebagai berikut :
(1)
Apakah sumber-sumber pengetahuan itu ? dari manakah pengetahuan yang
benar itu dating, dan bagaimanakah kita dapat mengetahui ? hal ini semuanya
merupakan problema asal pengetahuan manusia.
(2)
Apakah watak pengetahuan itu ? adakah dunia yang real di luar akal
manusia, dan kalau ada dapatkah kita mengetahui ? hal ini semuanya merupakan
problema penampilan terhadap realitas.
(3)
Apakh pengetahuan kita itu benar (valid) ? bagaimanakah kita
membedakan antara kebenaran dan kekeliruan ? hal ini semua merupakan problema
kebenaran pengetahuan manusia. ( Titus, 1948:20 ).
Berdasarkan analisi problema dasar epistemology tersebut maka dua
masalah pokok sangat ditentukan oleh informasi bahasa yang digunakan dalam
mengungkapkan pengetahuan manusia yaitu sumber pengetahuan manusia yang
pengetahuannya meliputi pengetahuan apriori dan aposteriori, serta problema
kebenaran pengetahuan manusia. Berkaiatan dengan masalah pengetahuan apriori
peranan bahasa sangat penting bahkan sangat menentukan. Pengetahuan apriori
adalah pengetahuan tentang sesuatu itu adalah benar demikian tanpa didasarkan
pada pengalaman indra,matematika, logika danmungkin kita memiliki pengetahuan
apriori yang lain. Misalnya 6 x 6 = 36, V16=4, sudut bertoalk belakang sama
besarnya dan pernyataan apriori lainnya secara pasti benar. Persoalannya adalah
bagaimana dapat dikatakan bahwa pernyataan-pernyataan itu benar, dan pengalaman
kita tidak akan pernah menyalahkan pernyataan-pernyataan tersebut. Jawaban yang
akan kita jumpai adalah bagaimana dapat dikatakan bahwa prnyataan tentang
pengetahuan itu benar karena arti yang terkandung dalam artian-artian itu
sendiri. kalau kita menolak atau mengimgkari kebenaran pernyataan-pernyataan
itu maka berarti kita harus mengubah satu atau lebih artian terminology bahasa
yang diguanakan dalam pernyatan-pernyataan pengetahuan apriori seperti ‘kali’,
‘tambah’ , ‘bagi’ ,’akar’ dan terminology bahasa lainnya yang diguanakan dalam
pengetahuan apriori tersebut. Argumentasi pengetahuan apriori seperti tersebut
diatas merupakan suatu perdebatan yang besar tentang pengetahuan manusia. Namun
demikian bagaimanapun juga bahwa hal itu memaksa kita untuk bertanya apakah hal
yang menyebabkan sesuatu artian (learn) itu mempunyai makna tertentu, dan
bagaimana sesuatu pernyataan itu adalah benar (poerwowidagdo, tanpa tahun :8).
Justifikasi kebenaran dalam pengetahuan apriori tersebut seluruhnya
diungkapakan melalui ungkapan-ungkapan bahasa, oleh karena itu
kebenaran-kebenarannya sangat ditentukan oleh penggunaan bahasa.
Selain dalam pengetahuan apriori peranan penting bahsa dalam
epistemology berkaiatan erat dengan teori kebenaran. Terdapat tiga teori
kebenaran dalam epistemology yaitu :
(1)
Teori kebenaran koherensi yang menyatakan bahwa suatu pernyataan
itu dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
(2)
Teori kebenaran korespodensi yang menyatakan bahwa suatu pernyataan
itu dianggap benar bialamana materi pengetahuan yang dikandung dalam pernyataan
itu berkorespodensi atau berhubungan dengan objek atau fakta yang diacu oleh
pernyataan tersebut.
(3)
Teori kebenaran pragmatis yang menyatakan bahwa suatu pernyataan
itu dianggap benar bilamana pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi
kehidupan manusia. Dengan lain perkataan bahwa suatu pernyataan itu dianggap
benar bialamana memiliki konsekuensi pragmatis bagi kehidupan praktis manusia (
suriasumantri, 1984 : 55-59)
Justifikasi kebenaran menurut teori koherensi sangat ditentukan
oleh suatu pernyataan yang terdahulu yang dianggap benar. Misalnya pernyataan
‘semua orang pasti akan mati’ adalah suatu pernyataan yang benar, maka
pernyataan ‘si Amir pasti akan mati’ adalah pernyataan yang benar juga.
Pernyataan-pernyataan yang benar tersebut sangat tergantung pada ungkapan yang
dirumuskan melalui bahasa dan ungkapan-unkapan tersbut terdiri atas pangkal-pangkal
piker yang dirumuskan melalui bahasa juga, maka dapat disimpulkan bahwa
penggunaan bahasa sangat menentukan pada system kebenaran koherensi. Kesalahan
dalam merumuskan bahasa akan berakibat kesalahan dalam kebnaran pengetahuan.
Bialamana dalam pernyataan diatas rumusan bahasanya menjadi ‘beberapa orang
akan mati’ dianggap pengetahuan yang benar maka pernyataan kedua menjadi ‘si
Amin belum tentu mati’.
Berbeda dengan peranan bahasa dalam system kebenaran koherensi,
peranan bahasa dalam system kebenaran menurut teori korespodensi, suatu
pernyataan itu dianggap benar bilamana hal iti berkorespodensi (behubungan)
dengan objek atau fajta yang diacu pernyataan tersebut. Jikalau seseorang
menyatakan bahwa ‘ Ibukota Negara Republk Indonesia adalah Jakarta’ adalah
benar maka pernyataan itu adalah benar karena pernyataan itu denagan objek yang
bersifat factual yaitu Jakarta yang memang menjadi ibu kota Republik Indonesia.
Namun sekiranya orang lain yang menyatakan bahwa ‘ibukota Negara Republik
Indonesia bukan Yogyakarta melainkan Jakarta’. Dalam masalah ini terdapat suatu
hubungan antara ide dengan fakta (objek factual) dan hubungan tersebut
dilakukan melalui bahasa, sehingga bahasa sangat menentukan formulasi kebenaran
tentang fakta. Kelemahan system kebenaranteori korespodensi ini terletak pada
kekurangsesuaiana antara pengalaman indra dengan fakta empiris, dan kalau
demikian maka akan berakibat pada kesalahan perumusan bahasa yang digunakan
untuk mengungkapkan pengetahuan tersebut. Hal ini sebagaimna dikemukakan oleh
Martin Lean yang mengemukakan bahwa kita tidak pernah mengalami objek, tetapi
hanya data indrawi dan bahasa harian mengandung teoi-teori atau hipotesis yang
tidak dapat dibuktikan mengenai benda-benda pengalaman. Kelemahan teori
korespodensi adalah apa yang kita persepsi secara langsung adalah persis dengan
apa yang dipercaya oleh anggapan umum yaitu objek yang bersifat real dan
terlepas dari subjek. Lean menekankan bahwa bahasa adalah nyata seutuhnya dan
tidak mungkin memuat hipotesis yang tidak dikenal atau menunjuk kepada hal yang
tidak dapat diamati. Arti kata-katanya terletak dalam penggunaanya, kata dalam
dirinya sendiri adalah bunyi, dan kita memberikan arti kepadanya dengan cara
kita dalam menggunakannya (Lean,1963 : 16-24). Konstatasi Lean tersebut
mengisaratkan kepada kita bahwa objek pengetahuan yang bersifat fisis dan real
tidak dapat begitu saja terwakili melalui rumusan bahasa, sebab objek fisis
menurut teori korespodensi tersebut sejauh mana dapat dibuktikan didalam
persepsi indrawi karena hanya merupakan data indrawi, sehingga rumusan bahsa
dalam mengungkapan kebenaran dalam hubungannya dengan objek fisis menjadi
sangat menentukan (lihat Hadi, 1994 : 76). Berdasarkan uraian tersebut diatas
maka peranan analisis bahasa menjadi sangat penting bahkan sangat menentukan
terutama dalam operasionalisasi penelitian social yang mendasarkan pada teori
kebenaran korespodensi.
Peranan ungkapan-ungkapan bahasa dalam penentuan kebenaran
berdasarkan teori pragmatis, berkaitan erat dengan konsekuensi fungsional dalam
kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar jikalau pernyataan
itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam
kehidupan manusia. Konsekuensinya suatu pernyataan yang benar pada suatu waktu
tertentu dapat menjadi tidak benar manakala pernyataan tersebut tidak memiliki
konsekuensi kegunaan atau manfaat praktis bagi kehidupan manusia. Dalam masalah
ini bahasa memiliki peranan mengkomunikasikan antara objek dengan kehidupan
manusia secara praktis. Rumusan bahasa yang melukiskan kebenaran tentang objek
pengetahuan dapat menjadi tidak benar karena tidak memiliki konsekuensi
kegunaan praktis bagi kehidupan manusia tertentu. Sebaliknya suatu rumusan
bahasa yang tidak mengungkapkan kebenaran objekti dapat menjadi benar karena
memiliki konsekuensi kegunaan praktis bagi kehidupan manusia tertentu.
2.2 Hubungan
Bahasa Dengan Logika
Dalam kehidupan manusia bahasa bukan
hanya berfungsi sebagai alat komunikasi saja, melainkan juga menyertai proses
berpikir manusia dalam usaha memahami dunia luar, baik secara objektif maupun
secara imajinatif. Oleh sebab itu bahasa selain memiliki fungsi komunikatif,
juga memiliki fungsi kognitif dan emotif. Masalahnya sekarang, bagaimana
kemungkinan hubungan antara bahsa dengan pikiran manusia dalam upaya manusia
memahami realitas secara benar (Aminuddin,1988:36). Berpikir dalam pengertian
ini adalah suatu bentuk kegiatan akal dan terarah sehingga dengan demikian
tidak semua kegiatan manusia yang bersumber pada akal disebut berpikir.
Seseorang yang sedang melamun tidak termasuk kegiatan berpikir. Demikian juga
berpikir dapat digolongkan dalam dalam dua pengertian yaitu pertama ‘berpikir
tanpa menggunakanaturan-aturan atau hukum-hukum; misalnya seseorang yang
berpikir akan membeli roti untuk dimakan, pergi kepasar dengan naik mobil atau
becak kedua ; berpikir dengan mempertimbangkan aturan-aturan atau hukum-hukum’
dan bentuk kegiatan ini sering diistilahkan dengan ‘bernalar’ dengan istilah
lain menurutmenurut Plato dan Aristotees bahwa berpikir adalah berbicara dalam
batin, mempertimbangkan,menganalisis,membuktikan sesuatu, menarik suatu
kesimpulan adalah merupakan sebagian kegiatan berpikir manusia
(Poespoprodjo,1984:4). Kegiatan bernalar dengan menggunakan hukum-hukum itulah
yang disebut sebagai logika yang merupakan salah satu cabang filsafat praktis.
Persoalan yang mendasar adalah
bagaimana kegiatan bernalar manusia itu dapat dikomunikasikan kepada orang lain
dan dapat mewakili kebenaran isi epala manusia. Dalam pengertian inilah maka
peranan bahasa didalam logika menjadi sangat penting. Kegiatan penalaran
manusia sebagaimana dijelaskan adalah kegiatan berpikir, adapun bentuk-bentuk
pemikiran dari yang paling sederhana adalah sebagai berikut : pengertian atau
konsep, proposisis atau penyetaraan, dan penalaran atau reasoning.
Pengertian adalah sesuatu yang
abstrak dan diwujudkan dalam bentuk symbol bahasa. Dalam pengertian ini
sifat-sifat bahasa berbeda dengan sifat-sifat yang dilambangkannya yaitu
pengertian.oleh karena itu kerancuan sifat-sifat bahasa dengan sifat-sifat yang
dilambangkannya akan menimbulkan sesat dalam penariakan kesimpulan. Pengertian
yang dilambangkan dengan kata
disebut sebagai term. Berkaitan dengan kegiatan
penalaran terutama dalam kaitannya
dengan observasi empiric, didalam
pikiran tidak hanya terbentuk pengertian akan tetapi terjadi perangkaian
term-term itu. Tidak pernah ada pengertian yang berdiri sendiri dalam pikiran
manusia. Rangkaian pengertian itulah yang disebut proposisi dan pengertian
hanya terdapat dalam proposisi. Dalam proses pembentukan proposisi pengertian (1)
disebut subjek (S) adapun pengertian (2) yang menerangkan pengertia (1) disebut
predikat (P). proses pembentukan proposisi terjadi sedemikian rupa sehingga ada
pengertian yang lain, atau sebaliknya ada pengertian yang menerangkan
pengertian yang lain, atau sebaliknya ada pengertian yang mengingkari
pengertian yang lainnya.
Misalnya
pada contoh proposisi berikut ini :
“Anjing
hitam itu menggonggong” proposisi itu terdiri atas pengertian “anjing hitam”
(S) dan “menggonggong” (P). dalam proses pembentukan proposisi itu sekaligus
terjadi pengakuan atau pengingkaran, jikalau terjadi pengakuan maka proposisi
itu akan menjadi “Anjing hitam itu menggonggong”. Kata “itu” berfungsi
menerangkan dan diberi tanda = maka pola proposisi itu menajdi sebagai berikut
S=P. jikalau proses pembentukan proposisi itu terjadi pengingkaran maka
proposisinya menjadi sebagai berikut : “Anjing hitam itu tidak menggonggong”,
kalau fungsi pengingkaran itu diganti dengan tanda =. Maka pola proposisi itu
menjadi sebagai berikut : S=P. berdasarkan analisis tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa term tidak dapat ditentukan benar atau salah, adapun
proposisi itu mengandung benar atau salah. Dalam kaitannya dengan bahasa yang
digunakan dalam pembentukan proposisi tersebut maka kekeliruan dalam menentukan
symbol term dapat berakibat sesatnya kesimpulan. Walaupun term tidak dapat
ditentukan benar atau salah, namun kekurangtepatan dalam menentukan symbol
(bahasa) term, maka dapat berakibat sesatnya kesimpulan. Misalnya dalam
kesimpulan berikut ini :
Amin adalah mahasiswa UGM
Amin
adalah penjual sepatu
Jadi
: Amin adalah mahasiswa UGM yang menjual sepatu
Penyimpulan
ini benar karena unsur term menggunakan bahasa yang benar yaitu kata Amin
mengacu pada seseorang tertentu. Namun bilamana penentuan bahasa term itu tidak
tepat maka akan berakibat sesatnya penyimpulan. Misalna pada contoh berikut :
Ada seseorang yang adalah mahasiswa
UGM
Ada seseorang yang adalah penjual
sepatu
Jadi
: ada seseorang yang adalah mahasiswa UGM dan penjual sepatu
Kesimpulan yang kedua ini
menyesatkan karena term “ada seseorang yang” ini tidaka mngacu pada orang yang
sama, sehingga kesimpulannya tidak dapat bersama-sama sebagai term yang sama.
Berdasarkan hasil analisis penyimpulan penalaran tersebut diatas dapat ditarik
kesimpulan, walaupunkeduanya secara formal bentuknya sama namun bentuk logisnya berbeda, dan perbedaan itu
dikarenakan kekurangtepatan dalam menentukan symbol bahasa pada term sebagai
unsur dari proposisi. (lihat poerwowidagdo, tanpa tahun : 5). Jadi peranan
bahasa dalam penentuan term sangat mempengaruhi hasil penalaran.
Berdasarkan uraian diatas bahwa
kesesatan dalam penalaran dapat diakibatkan karena bahasa dalam pembentukan
term dan proposisi. Kata-kata dalam bahasa dapat memiliki arti yang
berbeda-beda, dan setiap kata dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai
dengan arti kalimat yang bersangkutan. Maka meskipun kata-katanya sama, dalam
kalimat yang berbeda dapat memiliki makna yang berbeda. Hal yang sama juga kita
jumpai dalam kalimat. Sebuah kalimat dengan struktur sintaksistertentu dapat
mempunyai arti lebih dari satu, dan arti kalimat juga tergantung pada
konteksnya, sehingga arti kalimat yang sama dapat bervariasi dalam konteks yang
berbeda.
Ketidaksamaan dalam menentukan arti
kata atau arti kalimat, dapat mengakibatkan kesesatan dalam penalaran.
Kesesatan karena bahasa itu biasanya hilang atau berubah kalau penalaran dari
satu bahasa disalin kedalam bahasa yang lain. Kalau penalaran itu diberi bentuk
lambing, kesesatan itu akan hilang sama sekali. Justru lambang-lambang dalam
logika diciptakan untuk menghindari ketidakpastian arti dalam bahasa. Berikut
ini beberapa kesesatan karena bahasa
a.
Kesesatan karena aksen atau tekanan
Dalam ucapan tiap-tiap kata ada suku kata yang diberi tekanan ,
perubahan tekanan dapat membawa perubahan arti, maka kurang perhatian terhadap
tekanan ucapan dapat mengakibatkan perbedaan arti dan kesesatan penalaran.
Contoh :
Tiap pagi pasukan mengadakan apel.
Apel itu buah
Jadi : tiap pagi pasukan mengadakan buah
b.
Kesesatan karena term ekuivok
Term ekuivok adalah yaitu term yang mempunyai lebih dari satu arti.
Kalau dalam satu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah term yang sama,
maka terjadilah kesesatan penalaran. Contoh :
Sifat abadi adalah sifat Tuhan
Joko adalah mahasiswa abadi
Jadi : joko adalah mahasiswa yang memiliki sifat Tuhan
c.
Kesesatan karena arti kiasan (metaphor)
Ada analogi antara arti kiasan dengan arti sebenarnya, artinya
terdapat kesamaan dan juga ada perbedaannya. Kalau dalam suatu penalaran sebuah
arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya atau sebaliknya, terjadilah
kesesatan karena arti kiasan.
d.
Kesesatan karena amfiboli (amphibolia)
Amfiboli terjadi kalau kontruksi kalimat itu \sedemikian rupa,
sehingga artinya menjadi bercabang. Contoh :
Mahasiswa yang
duduk diatas meja yang paling depan
Apa yang paling depan, mahasiswa yang mejanya ?
Kalau dalam sebuah penalaran kalimat
amfiboli itu didalam suatu premis digunakan dalam arti-arti yang satu,
sedangkan dalam konklusi artinya berbeda maka terjadilah kesesatan karena
amfiboli itu. Demikianlah kiranya peranan bahasa dalam pembentukan term dan
proposisi sangat menentukan benar atau sesatnya suatu hasil penalaran dalam
logika. (Soekadijo, 1985 : 12).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian adalah sesuatu yang abstrak dan diwujudkan dalam bentuk
symbol bahasa. Dalam pengertian ini sifat-sifat bahasa berbeda dengan
sifat-sifat yang dilambangkannya yaitu pengertian.oleh karena itu kerancuan
sifat-sifat bahasa dengan sifat-sifat yang dilambangkannya akan menimbulkan
sesat dalam penariakan kesimpulan. Pengertian yang dilambangkandengankata
disebut sebagai term. Berkaitan dengankegiatan penalaran terutamadalam
kaitannya dengan observasi empiric, didalam pikiran tidak hanya terbentuk
pengertian akan tetapi terjadi perangkaian term-term itu. Tidak pernah ada
pengertian yang berdiri sendiri dalam pikiran manusia. Rangkaian pengertian
itulah yang disebut proposisi dan pengertian hanya terdapat dalam proposisi.
Dalam proses pembentukan proposisi pengertia (1) disebut subjek (S) adapun
pengertian (2) yang menerangkan pengertia (1) disebut predikat (P). proses
pembentukan proposisi terjadi sedemikian rupa sehingga ada pengertian yang
lain, atau sebaliknya ada pengertian yang menerangkan pengertian yang lain,
atau sebaliknya ada pengertian yang mengingkari pengertian yang lainnya.
.
3.2 Saran
Tak
ada gading yang tak retak, seperti inilah cerminan makalah kami. Karena
usaha kami dalam menyusun makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan
kesalahan, maka dari itu, kami memohon saran dan kritik membangun agar pada
penyusunan makalah yang selanjutnya kami dapat membenahi kesalahan pada makalah
kami yang selanjutnya.
Makalah
tentang aliran tradisional ini hendaknya dapat menjadi sumber belajar untuk
mengadakan pengkajian aliran ini di masa mendatang.
Makalah ini masih terbatas pada
pembahasan tentang sejarah, ciri-ciri, keunggulan dan kelemahan aliran
tradisional, pada pengkajian selajutnya diharapkan lebih mendalam dan lebih
luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Kailan, 2002, filsafat bahasa,
penerbit paradigm, yogjakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar