Degradasi Nilai Bahasa Ibu.
M. Fadlulloh Ar rozaq
Pendidikan
pertama bagi anak adalah pendidikan keluarga, bagaimanakah orang tua atau lebih
husus ibu dalam menyampaikan pendidikan kepada anaknya, memiliki nilai
pendidikan atau hanya sebatas mengajari pada hal yang baru. Tidak menuntut kemungkinan
hal tersebut bisa berdampak negatif. Banyak suatu hal ketika diajarkan oleh orang tua
berdampak kepada nilai kultur dan budaya daerah tersebut. Banyak dari orang tua
di perkotaan di pulau Jawa yang melupakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi kepada
anaknya, dengan berdalih penggunaan bahasa Indonesia sebagai gaya hidup atau
menjadikan image keluarga tersebut menjadi keluarga yang tidak udik
atau kampungan. Padahal notabenenya orang tua tersebut dididik oleh keluarganya
dulu menggunakan bahasa Jawa (Krama Inggil).
Sangat disayangkan jikalau model pemikiran tersebut tetap
dipertahankan, dampaknya adalah nilai budaya dan tatakrama dalam adat Jawa akan
luntur secara perlahan dan ditakutkan akan hilang. Banyak generasi penerus yang
tidak mengetahui bahasa Jawa (Krama Inggil). Pernyataan para orang tua lebih
mengutamakan pengajaran bahasa Jawa di sekolah, mereka beranggapan bahwa
“bahasa jawa sudah dipelajari oleh anak-anak disekolah, kenapa kita sebagai
orang tua harus bersusah payah untuk membelajarkan mereka kepada bahasa jawa.
Lebih terpandang dikalangan warga ketika kami menggunakan bahasa Indonesia”.
Cara berpikir seperti inilah yang perlu diluruskan,
secara tidak langsung para orang tua memutus mata rantai bahasa jawa (Krama
Inggil) kepada anak cucunya nanti. Ketika anak sedari kecil sudah dibiasakan
atau terbiasa berbicara menggunakan bahasa Indonesia, menjadikan bahasa Jawa
sebagai ilmu pengetahuan, bukan lagi keterampilan bahasa. Bahwasanya dalam
empat aspek keterampilan berbahasa memiliki salah satu keterampilan berbicara,
ketika anak sudah tidak mampu mempraktekan atau membiasakan bahasa tersebut,
maka anak tidak memiliki keterampilan berbahasa Jawa secara utuh. Keterampilan
berbahasa tersebut antara lain, keterampilan menyimak/mendengarkan, keterampila
berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Empat keterampilan
tersebut harus urut atau runtut dalam segi pembelajarannya, pertama anak
menirukan suara atau bahasa yang didengar dari orang lain. Selanjutnya berlatih
dalam melafalkan kosa kata yang didengar hingga menjadi sebuah kalimat, ketika
anak sudah lancar dalam berbicara maka orang tua harus membimbing anaknya untuk
mengetahui rangkaian huruf yakni membaca. Fase terahir ketika ketiga aspek
keterampilan tersebut sudah terpenuhi, maka langkah ahir dari keterampilan
berbahasa adalah terampil dalam menulis. Tidak ada batasan ketika anak
berkeinginan untuk menulis, baik fiksi maupun non fiksi atau tulisan lain.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mempunyai
gagasan bagaimanakah agar anak mampu memiliki pemahaman antara bahasa Jawa,
bahasa Indonesia dan bahasa Internasional (Inggris). Dalam istilah
Sosiolinguistik agar tidak terjadi interfrensi atau alih kode yang tidak
disadari oleh anak kita. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka kami memiliki
gagasan untuk merancang pembuatan kamus dengan kosa kata sederhana yang ada si
sekitar mereka, yaitu bagian-bagian anggota tubuh manusia. Kami mendata ,
kemudian kami terjemahkan kedalam tiga bahasa sekaligus. Bahasa Jawa, bahasa
Indonesia, dan bahasa Inggris. Untuk
menarik minat baca anak dan mudah diingat oleh anak, maka kami memberikan
gambar pada setiap kosa kata yang kami terjemahkan kedalam tiga bahasa
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar