Kamis, 19 Maret 2015

Degradasi Nilai Bahasa Ibu.



Degradasi Nilai Bahasa Ibu. 
M. Fadlulloh Ar rozaq

Pendidikan pertama bagi anak adalah pendidikan keluarga, bagaimanakah orang tua atau lebih husus ibu dalam menyampaikan pendidikan kepada anaknya, memiliki nilai pendidikan atau hanya sebatas mengajari pada hal yang baru. Tidak menuntut kemungkinan hal tersebut bisa berdampak negatif. Banyak suatu hal ketika diajarkan oleh orang tua berdampak kepada nilai kultur dan budaya daerah tersebut. Banyak dari orang tua di perkotaan di pulau Jawa yang melupakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi kepada anaknya, dengan berdalih penggunaan bahasa Indonesia sebagai gaya hidup atau menjadikan image keluarga tersebut menjadi keluarga yang tidak udik atau kampungan. Padahal notabenenya orang tua tersebut dididik oleh keluarganya dulu menggunakan bahasa Jawa (Krama Inggil).
Sangat disayangkan jikalau model pemikiran tersebut tetap dipertahankan, dampaknya adalah nilai budaya dan tatakrama dalam adat Jawa akan luntur secara perlahan dan ditakutkan akan hilang. Banyak generasi penerus yang tidak mengetahui bahasa Jawa (Krama Inggil). Pernyataan para orang tua lebih mengutamakan pengajaran bahasa Jawa di sekolah, mereka beranggapan bahwa “bahasa jawa sudah dipelajari oleh anak-anak disekolah, kenapa kita sebagai orang tua harus bersusah payah untuk membelajarkan mereka kepada bahasa jawa. Lebih terpandang dikalangan warga ketika kami menggunakan bahasa Indonesia”.
Cara berpikir seperti inilah yang perlu diluruskan, secara tidak langsung para orang tua memutus mata rantai bahasa jawa (Krama Inggil) kepada anak cucunya nanti. Ketika anak sedari kecil sudah dibiasakan atau terbiasa berbicara menggunakan bahasa Indonesia, menjadikan bahasa Jawa sebagai ilmu pengetahuan, bukan lagi keterampilan bahasa. Bahwasanya dalam empat aspek keterampilan berbahasa memiliki salah satu keterampilan berbicara, ketika anak sudah tidak mampu mempraktekan atau membiasakan bahasa tersebut, maka anak tidak memiliki keterampilan berbahasa Jawa secara utuh. Keterampilan berbahasa tersebut antara lain, keterampilan menyimak/mendengarkan, keterampila berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Empat keterampilan tersebut harus urut atau runtut dalam segi pembelajarannya, pertama anak menirukan suara atau bahasa yang didengar dari orang lain. Selanjutnya berlatih dalam melafalkan kosa kata yang didengar hingga menjadi sebuah kalimat, ketika anak sudah lancar dalam berbicara maka orang tua harus membimbing anaknya untuk mengetahui rangkaian huruf yakni membaca. Fase terahir ketika ketiga aspek keterampilan tersebut sudah terpenuhi, maka langkah ahir dari keterampilan berbahasa adalah terampil dalam menulis. Tidak ada batasan ketika anak berkeinginan untuk menulis, baik fiksi maupun non fiksi atau tulisan lain.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mempunyai gagasan bagaimanakah agar anak mampu memiliki pemahaman antara bahasa Jawa, bahasa Indonesia dan bahasa Internasional (Inggris). Dalam istilah Sosiolinguistik agar tidak terjadi interfrensi atau alih kode yang tidak disadari oleh anak kita. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka kami memiliki gagasan untuk merancang pembuatan kamus dengan kosa kata sederhana yang ada si sekitar mereka, yaitu bagian-bagian anggota tubuh manusia. Kami mendata , kemudian kami terjemahkan kedalam tiga bahasa sekaligus. Bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.  Untuk menarik minat baca anak dan mudah diingat oleh anak, maka kami memberikan gambar pada setiap kosa kata yang kami terjemahkan kedalam tiga bahasa tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar